Jumat, 20 September 2013
gudang ilmu bahasa dan sastra indonesia: makalah pilsafat ilmu
gudang ilmu bahasa dan sastra indonesia: makalah pilsafat ilmu: MAKALAHPILSAFAT ILMU TENTANG KONTRUKSI FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN SECARA UMUM Disusun Oleh: has'ad rahman attamimi ...
makalah pilsafat ilmu
MAKALAHPILSAFAT
ILMU
TENTANG
KONTRUKSI
FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN SECARA UMUM
Disusun
Oleh:
has'ad rahman attamimi
FAKULTAS KEGURUAN
DAN ILMU PEDIDIKAN
PROGRAM STUDY
BAHASA DAN SASTERA INDONESIA
UNIVERSITAS SAMAWA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1LATAR
BELAKANG
Filsafat Ilmu memiliki cabang-cabang utama ataupun dasar-dasar utama
yaitu Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi. Sebagaimana yang dikatakan oleh
Ahmad Tafsir, ketiga cabang ini sebenarnya merupakan satu kesatuan. Ontologi
membicarakan hakikat segala sesuatu, Epistemologi membicarakan cara memperoleh
pengetahuan dan Aksiologi membicarakan kegunaan pengetahuan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1)
Bagaimanakah definisi dari Ontologi?
2)
Bagaimanakah definisi dari Epistemologi?
3)
Bagaimanakah definisi dari Aksiologi?
1.3 TUJUAN
Mndeskrifsikan
konstruksi filsafat ilmu secara umum
BABII
PEMBAHASAN
KONTRUKSI
ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI
DALAM ILMU
PENDIDIKAN
Filsafat
Ilmu memiliki cabang-cabang utama ataupun dasar-dasar utama yaitu Ontologi,
Epistemologi dan Aksiologi. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ahmad Tafsir,
ketiga cabang ini sebenarnya merupakan satu kesatuan. Ontologi membicarakan
hakikat segala sesuatu, Epistemologi membicarakan cara memperoleh pengetahuan
dan Aksiologi membicarakan kegunaan pengetahuan.
2.1 Ontologi
Di antara
lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno adalah Ontologi sebab
persoalan paling awal dalam permulaan pemikiran Yunani adalah pemikiran di
bidang Ontologi. Kata Ontologi berasal dari perkataan Yunani : On = ada, dan
logos = teori. Jadi Ontologi adalah teori tentang keberadaan atau dalam Istilah
lain Ontologi berasal dari kata Ontos yang artinya adalah “sesuatu yang
berwujud” dan logos adalah teori. Jadi ontologi adalah teori tentang yang ada,
dalam kata lain ontologi adalah teori tentang hakikat wujud, tentang hakikat
yang ada.
Berbicara
secara panjang lebar tentang Ontologi orang akan menghadapi persoalan
bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari segala yang ada ini ? Pertama kali
orang dihadapkan pada adanya dua macam kenyataan. Yang pertama, kenyataan yang
berupa materi (kebenaran) dan yang kedua, kenyataan yang berupa rohani (jiwa).
Ontologi membahas tentang yang ada yang tidak terikat oleh suatu perwujudan
tertentu; yang universal; dan berupaya mencari inti yang termuat dalam
kenyataan atau yang meliputi semua realita dalam semua bentuknya.
Sementara
itu Jujun S. Suriasumantri, menyatakan bahwa Ontologi membahas apa yang ingin
kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain, suatu
pengkajian mengenai teori tentang ada. Atau sebagaimana Jujun sebutkan,
Ontologi sama dengan hakikat apa yang dikaji.
Filsafat
Ilmu dalam kajiannya memiliki kajian objek material dan objek formal
tersendiri. Objek material atau pokok pembahasan dalam Filsafat Ilmu adalah
Ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu Ilmu yang telah disusun secara sistematis
dengan metode Ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya secara umum. Disini terlihat jelas perbedaan antara pengetahuan
dengan Ilmu Pengetahuan. Pengetahuan itu bersifat umum dan didasarkan atas
pengalaman sehari-hari, sedangkan Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang
bersifat khusus dengan ciri-ciri sistematis, metode ilmiah tertentu serta dapat
diuji kebenarannya. Semua manusia terlibat dengan pengetahuan sejauh ia hidup
secara normal dengan perangkat indrawi yang dimilikinya, namun tidak semua
orang terlibat terhadap pengetahuan Ilmiah, karena ada persyaratan yang harus
dimiliki seorang ilmuan. Persyaratan-persyaratan itu meliputi antara lain :
Prosedural Ilmiah, Metode Ilmiah yang dipergunakan, diakui secara akademis,
ilmuan harus memiliki kejujuran ilmiah.
2.2 Epistemologi
Epistemologi
atau teori pengetahuan dari bahasa yunani, “epistemi” dan “logy”. Epistemi
artinya pengetahuan sedangkan logy berarti teori,[7] (dalam istilah lain;
Episteme artinya Pengetahuan dan logos artinya teori), dengan demikian secara etimologi Epistemologi adalah teori
pengetahuan.[8] Epistemologi adalah analisis terhadap sumber-sumber
pengetahuan.[9]
Objek
material Epistemologi adalah Pengetahuan, sedangkan objek Formalnya adalah
Hakikat pengetahuan, Persoalan lain yang dikaji dalam Epistemologi
diantara adalah berkisar pada masalah :
asal usul pengetahuan, peran pengalaman dan akal dalam pengetahuan, hubuangan
pengetahuan dengan keniscayaan, hubungan antara pengetahuan dengan
kebenaran.[10]
Pengetahuan
merupakan suatu aktifitas yang dilakukan untuk memperoleh kebenaran.
Pengetahuan dipandang dari jenis pengetahuan yang dibangun dapat dibedakan
sebagai berikut.
(1) Pengetahuan
biasa (ordinary knowledge/Common sense knowledge). Pengetahuan seperti ini bersifat subjektif, artinya amat terikat pada
subjek yang mengenal. Dangan demikian, pengetahuan jenis pertama ini memiliki
sifat selalu benar, sejauh sarana untuk memperoleh pengetahuan itu bersifat
normal atau tidak ada penyimpangan.
(2) Pengetahuan
ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah menetapkan objek yang khas atau spesifik
dangan menerapkan pendekatan metodologi yang khas pula, artinya metodologi yang
telah mendapatkan kesepakatan di antara para ahli yang sejenis.
(3) Pengetahuan
filsafat, yaitu jenis pengetahuan yang pendekatannya melalui metodologi
pemikiran filsafat. Sifat pengetahuan ini mendasar dan menyeluruh dengaa model
pemikiran yang analistis, kritis, dan spekulatif. Sifat kebenarannya adalah
absolut-intersubjektif. Maksudnya ialah nilai kebenaran yang terkandung pada
jenis pengetahuan filsafat selalu merupakan pendapat yang selalu melekat pada
pandangan dari seorang filsuf serta selalu mendapat pembenaran dari filsuf
kemudian yang menggunakan metodologi pemikiran yang sama pula.
(4) Pengetahuan
agama yaitu jenis pengetahuan yang didasarkan pada keyakinan dan ajaran agama
tertentu.pengetahuan agama memiliki sifat dogmatis, artinya pernyataan dalam
suatu agama selalu didasarkan pada keyakinan yang telah tertentu, sehingga
pernyataan-pernyataan dalam ayat-ayat kitab suci agama memiliki nilai kebenaran
sesuai dengan keyakinan yang di gunakan untuk memahaminya itu. Pengetahuan
dipandang atas dasar kriteria-kriterianya dapat dibedakan sebagai berikut.
1. Pengetahuan
Indrawi; yaitu jenis pengetahuan yang didasarkan atas indra (sense) atau
pengalaman manusia sehari-hari.
2. Pengetahuan
Akal Budi; yaitu jenis pengetahuan yang didasarkan rasio.
3. Pengetahuan
Intuitif; jenis pengetahuan yang memuat pemahaman dengan cepat. Intuisi, ujar
Archi Bahm adalah nama yang kita berikan pada cara pemahaman kesadaran ketika
pemahaman itu berujud menampak langsung. Ia menegaskan bahwa tidak ada
peng-intuisi-an tanpa melibatkan kesadaran, demikian sebaliknya.
4. Pengetahuan
kepercayaan atau pengetahuan otoritatif; yaitu jenis pengetahuan yang dibangun
atas dasar kredibilitas seseorang tokoh atau sekelompok orang yang dianggap
propesional dalam bidangnya.
2.3 Aksiologi
Aksiologi
berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti
teori. Jadi Aksiologi adalah teori tentang nilai. Sedangkan arti Aksiologi yang
terdapat dalam bukunya Jujun S. Suriasumantri,
bahwa aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
Aksiologi disamakan dengan Value dan Valuation yang artinya Nilai baik
sebagai kata benda abstrak, kata benda konkrit maupun kata kerja. Dari beberapa
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa aksiologi itu permasalaaaahan
sesungguhnya adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang
dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang
dinilai.
Salah satu
fungsi filsafat ilmu adalah bertugas memberi landasan filosofis untuk minimal
memahami berbagai konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu, sampai membekalkan
kemampuan untuk membangun teori ilmiah.
Secara substantif fungsi pengembangan tersebut memperoleh pembekalan
dari disiplin ilmu agar dapat menampilkan substantif.
Objek pormal
Filsafat Ilmu adalah Hakikat (esensi) ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu
lebih menaruh perhatian terhadap problem-problem mendasar ilmu pengetahuan
seperti : apa hakikat Ilmu sesungguhnya? Bagaimana cara memperoleh kebenaran
ilmiah? Apa pungsi kebenaran ilmiah itu bagi manusia? Problem inilah yang
dibicarajan dalam landasan atau kontruksi pembangunan ilmu pengetahuan, yani
landasan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi. Dan apabila disekemakan Kontruksi
ilmu dapat digambarkan sebagai mana dibawah ini.
Ketiga
Kontruksi filsafat tersebut (Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi) merupakan
sebuah kontruksi Ilmu pengetahuan, sehingga dalam mengkaji dan memahami sebuah
ilmu pengetahuan tidak terlepas akan pemahaman terhadap ketiga bangunan ilmu
tersebut.
Ahmad
tafsir, dalam sebuah kajiannya menggolongkan ilmu pengetahuan kepada tiga
bagian; Pengetahuan Sain, pengetahuan Filsafat dan pengetahuan Mistik. Oleh
karena itu, dalam makalah ini penulis mencoba menerapkan bangunan Ontologi,
bangunan Epistemologi dan Aksiologi pada salah satu dari ketiga pengetahuan
(Sain, Filsafat dan Mistik) , tepatnya pada pengetahuan Mistik.
Pengetahuan
Sain adalah pengetahuan yang logis-empiris tentang objek yang empiris.
Pengetahauan Filsafat adalah pengetahuan logis (dan hanya logis) tetntang objek
yang abstrak-logis. Kata logis disini dapat dalam arti “rasional” dapat juga
dalam ariti “supra-rasional”. Pengetahuan mistik pengetahuan supra-rasional
tentang objek yang supra-rasional.
KESIMPULAN
Ontologi,
Epistemologi dan Aksiologi adalah merupakan cabang-cabang dan dasar-dasar utama
dari pada Filsafat Ilmu, oleh karena itu maka setiap berbicara tentang Filsafat
Ilmu pastilah salah satunya membicarakan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi.
Ontologi adalah lapangan penyelidikan kefilsafat paling kuno dalam
sejarah peradaban umat manusia. Ontologi berbicara tentang hakekat ataupun
kenyataan (realita) sesuatu yang ada baik yang jasmani maupun yang rohani.
Landasan Ontologis merupakan landasan pengembangan ilmu berkaitan dengan
hakikat ilmu, sebab secara ontologism, ilmu mengkaji realitas sebagaimana
adanya (das sein).
Epistemologi adalah membahas
tentang terjadinya dan kesahihan atau kebenaran yang berurusan dengan hakikat
dan lingkup pengetahuan. Adapun cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dapat
dilakukan dengan beberapa metode yaitu metode induktif, deduktif, positivistic,
kontemplatif dan dialektis. Landasan epistemologis ilmu berkaitan dengan
aspek-aspek metodologis ilmu dan sarana berfikirilmiah.
Aksiologi adalah berbicara tentang nilai.
Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat
mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Kemajuan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi haruslah diberi nilai-nilai agama dan kemanusiaan. Persoalan utama
yang mengedepankan di sini ialah: apa manfaat ilmu bagi umat manusia? Untuk apa
ilmu itu digunakan? Apakah ilmu itu bebas nilai atau tidak? Dalam hal ini nilai
kegunaan ilmu menempati posisi yang sangat penting. Dapatkah ilmu membantu
manusia untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari atau
justru sebaliknya?
Pengembangan ketiga landasan ilmu pengetahuan ini akan melahirkan sifat
kebijaksanaan ilmuan dalam menerapkan ilmunya di masyarakat. Sebab apapun
halnya, sulit bagi masyarakat untuk menerima kenyataan bahwa produk ilmiah
malah menyengsarakan dan merugikan mereka.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu (Ontologi,
Epistemologi dan Aksiologi Pengetahuan), Rosda Cet Pertama Bandung 2004
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum (akal dan hati sejak
Thales sampai Capra), Rosda Karya, Bandung 2010
Atang Abdul Hakim, Beni Ahmad Saebani,
Filsafat Umum, (dari metologi sampai teofilosofi), Pustaka Setia, Bandung 2008
Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam, Latifah
Fress, Tasik Malaya 2004, hlm 19 Juhaya S. Praja, Aliran-aliran Filsafat dan
Etika, Kencana, Ed. Ke 1 Cet. 3, Jakarta 2008
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah
Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan Cet Kedelapan Belas, Bandung 2005
gudang ilmu bahasa dan sastra indonesia: makalah fonologi: bunyi segmental
gudang ilmu bahasa dan sastra indonesia: makalah fonologi: bunyi segmental: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan sosialnya, manusia saling berhubungan antara satu sama lain. D...
makalah fonologi: bunyi segmental
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1LATAR
BELAKANG
Dalam kehidupan sosialnya, manusia
saling berhubungan antara satu sama lain. Dalam hal ini perlu adanya sebuah
komunikasi.Kebutuhan berkomunikasi itupun semakin kompleks seiring dengan
perkembangan zaman dan kebudayaan manusia. Sehingga keadaan tersebut menempatkan bahasa sebagai alat komunikasi
manusia pada posisi yang paling penting.
Agar komunikasi tersebut berjalan dengan baik,kedua belah pihak memerlukan bahasa yang dapat dipahami bersama. Wujud bahasa yang utama adalah bunyi. Bunyi-bunyi tersebut disebut bunyi bahasa. Dalam pengucapannya, bunyi-bunyi bahasa dapat disegmentasikan atau dipisah-pisahkan (bunyi segmental), dalam bunyi yang dapat disegmentasikan itu terdapat unsur-unsur yang menyertainya sehingga disebut bunyi segmental.
Oleh karna itu, dianggap penting
untuk mengkaji mengenai bunyi-bunyi segmental tersebut. Guna memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam.
1.2RUMUSAN MASALAH
1)
Bagaimanakah definisi bunyi segmental?
2)
Bagaimanakah klasifikasi bunyi segmental?
3)
Bagaimanakah bentuk-bentuk deskripsi bunyi segmental?
1.3TUJUAN
1)
Mengidentisifikasi definisi bunyi segmental
2)
Mengidentisifikasi klasifikasi bunyi segmental
3)
Mengidentisifikasi deskripsi (gambaran) bunyi segmental
1.4KERANGKA TEORI
A. PENGERTIAN BUNYI SEGMENTAL MENURUT PARA AHLI
1. Muslich, Masnur. 2008. Bunyi
segmental ialah bunyi yang dihasilkan oleh pernafasan, alat ucap dan pita
suara. Bunyi Segmental ada empat macam
2. Abdul
chaer. 2009. Bunyi segmental ialah bunyi ujar bahasa yang terdiri dari
segmen-segmen tertentu.
3.
Imam-suhairi . 2009. Bunyi segmental mengacu pada pengertian
bunyi-bunyi yang dapat disegmentasi/dipisah-pisahkan. Kata matang misalnya,
dapat disegmentasi menjadi /m/,/a/,/t/,/a/,/n/,/g/. Jelas bunyi-bunyi tersebut menunjukkan
adanya fonem. Dengan demikian, sebenarnya bunyi-bunyi bahasa yang telah
diuraikan sebelumnya adalah bunyi segmental.
B. Deskripsi bunyi segmental bahasa Indonesia
Muslich,
Masnur. 2008.Bunyi
segmental, baik vokoid maupun kontoid, yang diucapkan oleh penutur bahasa
Indonesia sangat variatif, apalagi setelah diterapkan dalam berbagai
disteribusi dan lingkungan.
BAB II
PEMBAHASAN
KLASIFIKASI BUNYI SEGMENTAL DAN DESKRIPSI BUNYI SEGMENTAL
BAHASA INDONESIA
2.1 Definisi
Bunyi Segmental
Menurut Masnur. 2008. Bunyi segmental ialah bunyi
yang dihasilkan oleh pernafasan, alat ucap dan pita suara. Bunyi
Segmental ada empat macam
- Konsonan= bunyi yang terhambat oleh alat ucap
- Vokal = bunyi yang tidak terhambat oleh alat ucap
- Diftong= dua vokal yang dibaca satu bunyi, misalnya: /ai/ dalam sungai, /au/ dalam /kau/
- Kluster= dua konsonan yang dibaca satu bunyi.
Contoh
Kluster/Konsonan Rangkap
ng:
yang
ny:
nyonya
kh:
khusus, khas, khitmad,
pr:
produksi, prakarya, proses
kr:
kredit, kreatif, kritis, krisis
sy:
syarat, syah, syukur
str:
struktur, strata, strategi
spr:
sprai
tr
: tradisi, tragedi, tragis, trauma, transportasi.
2.2 DASAR
KLASIFIKASI BUNYI SEGMENTAL
Masnur. 2008. Klasifikasi
bunyi segmental didasarkan berbagai macam keriteria, yaitu Ada tidaknya
gangguan , Mekanisme udara, Arah udara, Pita suara, Lubang lewatan udara, Mekanisme
artikulasi, Cara gangguan, Maju mundurnya lidah, Tinggi rendahnya lidah, Bentuk
bibir.
1.
Ada Tidaknya
Gangguan
Yang
dimaksud “ gangguan ” adalah penyempitan atau penutupan yang dilakukan oleh
alat-alat ucap atas arus udara dalam pembentukan bunyi. Dilihat dari ada
tidaknya gangguan ketika bunyi diucapakan, bunyi di klompokkan menjadi dua,
yaitu:
a. Bunyi vokoid
yaitu bunyi yang dihasilkan tanpa melibatkan penyempitan atau penutupan pada
daerah artikulasi.
Contoh bunyi vokoid menurut Daniel Jones
terdapat padada bunyi vocal:
·
Vocal (i) * vocal
(a)
·
Vocal (u) * vocal (o)
·
Vocal (e) * vocal (α)
b. Bunyi kotoid
yaitu bunyi yang dihasilkan dengan melibatkan penyempitan atau penutupan pada
daerah artikulasi.
Contoh terdapat pada bunyi vocal (m), (n),
dll
2.
Mekanisme
Udara
Yang
dimaksud mekanisme udara adalah dari mana datangnya udara yang menggrakkan pita
suara sebagai sumber bunyi. Dilihat dari kriterianya bunyi-bunyi bahasa bisa
dihasilkan dari tiga kemungkinan
mekanisme udara.
a. Mekanisme
udara pulmonis, yaitu udra yang dari paru-paru menuju keluar.
Contohnya
terdapat pada hamper semua bunyi bahasa di dunia.
b. Mekanisme
udara laringal atau faringal, yaitu udara yang datang dari laring atau faring.
c. Mekanisme
udara oral, yaitu udara yang datang dari mulut.
3.
Arah Udara
Dilihat dari
arah udara ketika bunyi dihasilkan, bunyi di klompokan menjadi dua, yaitu:
a. Bunyi
egresif, yaitu bunyi yang dihasilkan dari arah udara menuju keluar melalui rongga
mulut atau rongga hidung.
b. Bunyi
ingresif, yaitu bunyi yang dihasilkan dari arah udara masuk kedalam paru-paru.
4.
Pita Suara
Dilihat dari
bergetar tidaknya pita suara ketika bunyi dihasilkan bunyi dapat di klompokkan
menjadi dua, yaitu:
a. Bunyi mati atau
bunyi tak bersuara, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan pita suara tidak
melakukan gerakan membuka menutup shingga getarannya tidak signifikan.
Contoh : bunyi (k), (p), (t), (s).
b. Bunyi hidup
atau bunyi bersuara, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan pita suara melakukan
gerakan membuka dan menutup secara cepat sehingga bergetar secara signifikan.
Contoh : bunyi (g), (b), (d), (z).
5.
Lubang
Lewatan Udara
Dilihat dari
lewatan udara ketika bunyi dihasilkan, bunyi diklompokkan menjadi tiga, yaitu:
a. Bunyi oral,
yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara
udara keluar melalui rongga mulut, dengan menutupkan velik pada dinding faring.
Contoh: bunyi (k)
b. Bunyi nasal,
yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara
udara keluar melalui rongga hidung , dengan menutup rongga mulut dan
membuka velik lebar-lebar.
Contoh: bunyi (m)
c. Bunyi
sengau, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara udara keluar dari rongga mulut
dan rongga hidung, dengan membuka velik sedikit.
Misalnya terdapat pada bunyi “bindheng”(istilahjawa)
6. Mekanisme Artikulasi
Yang
dimaksud mekanisme artikulasi adalah alat ucap mana yang bekerja atau bergerak
ketika menghasilkan bunyi bahasa. Berdasarkan keriteria ini, bunyi dikelompokan
sebagai berikut:
a. Bunyi
bilabial, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan bibir (labium) bawah
dan bibir (labium ) atas.
Misalnya:
bunyi (p), (b), (m), dan (w)
b. Bunyi labio-dental,
yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan bibir (labium) bawah dengan gigi
(dentum)atas.
Misalnya : bunyi (f), dan (v)
c. Bunyi apiko
dental,yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan lidah (apeks) dan
gigi(dentum) atas.
Misalnya : bunyi (t) pada ( pintu) , (d) pada
(dadi), dan (n) pada (minta)
d. Bunyi
apiko-alveolar, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan ujung lidah
(apeks) dan gusi (alveolum) atas.
Misalnya : (t) pada (pantun), (d) pada
(dudU?), dan (n) pada (nama)
e. Bunyi
lamino-palatal, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan tengah lidah
(lamina) dan langit-langit keras (palatum).
Misalnya : (c), (j), (ñ), (Š)
f.
Bunyi dorso-velar, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan
pangkal lidah (dorsum) dan langit-langit lunak (velum).
Misalnya : (K), (g), (x), (η)
g. Bunyi
dorso-uvular, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan pangkal lidah
(dorsum) dan anak tekak (uvula).
Misalnya: (q), dan (R).
h. Bunyi
laringal, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan tenggorok (laring).
Misalnya: (h).
i.
Bunyi glotal, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan lubang
atau clah (glotis) pada pita suara.
Misalnya: (?) hamzah
7.
Cara Gangguaan
Dilihat dari
cara gangguan arus udara oleh artikulator ketika bunyi diucapkan, bunyi dapat
diklompokkan sebagai berikut.
a. Bunyi stop
(hambat), yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara ditutup rapat
sehingga udara terhenti seketika, lalu dilepaskan kembali secara tiba-tiba.
Tahap pertama (penutupan) disebut implosif(stop implosif), tahap kedua
(pelepasan) disebut eksplosif (stop eksplosif).
Misalnya: (p) pada (atap’) disebut bunyi
implosive, (p) pada (paku) disebut bunyi eksplosif.
Contoh bunyi stop lainnya: (b), (t), (d),
(k), (g), (?).
b. Bunyi
kontinum(alir), kebalikan dari bunyi stop, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan
cara arus udara tidak ditutup secara total sehingga arus udara tetap
mengalir.berarti, selain bunyi-bunyi stop merupakan bunyi kontinum, seperti,
bunyi afrikatif, frikatif, tril dan lateral.
c. Bunyi
afrikatif (panduan), yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara ditutup
rapat, tetapi kemudian dilepaskan secara berangsur. Misalnya, (c), dan (j)
d. Bunyi
frikatif (geser), yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara dihambat
sedemikian rupa sehingga udara tetap
dapat keluar. Misalnya, (f), (v), (s), (z), (Š), (x).
e. Bunyi tril
(getar), yaitu bunyi yang dihasilkan denagn cara arus udara ditutup dan dibuka
berulang-ulang secara cepat. Misalnya, (r), dan (R)
f.
Bunyi lateral (sampingan), yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara
arus udara ditutup sedemikian rupa sehingga udara masih bias keluar melalui
salah satu atau kedua sisinya. Misalnya, (l) pada (lima).
g. Bunyi nasal
(hidung),yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara yang lewat rongga
mulut ditutup rapat, tetapi arus udara dialirkan lewat rongga hidung. Mialnya,
(m), (n), (ñ), (η).
8. Tinggi-Rendahnya Lidah
Dilihat
dari tinggi rendahnya lidah ketika bunyi diucapkan, bunyi dapat dikelompokkan
menjadi empat, yaitu:
a. Bunyi
tinggi, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara posisi lidah meniggi, mendekati
langit-langit keras. Misalnya, (i) pada (kita), (u) pada (hantu).
b. Bunyi agak
tingggi, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara posisi lidah meninggi,
sehingga agak mendekati langit-langit keras. Misalnya, (e) pada lele, (o) pada
(soto).
c. Bunyi
tengah, yaitu bunyi yang dihasilakan dengn cara posisi lidah di tengah.
Misalnya, ( )
d. Bunyi agak
rendah, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara posisi lidah agak merendah,
sehingga agak menjauhi langit-langit keras. Misalnya, (ε)pada kata (p ε p ε?),
(ε) pada kata (ε l ε?), (О) pada (jOrO?), (O) pada (pOkO?).
e. Bunyi
rendah, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara posisi lidah merendah, sehingga
jauh dari langit-langit keras. Misalnya, (a)pada (bata), (a) pada (armada), (α)
pada (allαh), (α) pada (rαhmat).
9.
Maju
Mundurnya Lidah
Dilihat dari
maju mundurnya lidah ketika bunyi diucapkan, bunyi dapat dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu:
a. Bunyi depan,
yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara bagian depan lidah dinaikkan. Misalnya,
(i), (ī),(e), (ε), (a).
b. Bunyi pusat,
yaitu bunyi yang dihasillkan dengan cara lidah merata., tidak ada bagian lidah
yang diinakkan. Misalnya, ( )
c. Bunyi
belakang, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara bagian belakang lidah
dinaikkan. Misalnya, (u), (U), (o), (O), (α).
10.Bentuk Bibir
Dilihat
dari bentuk bibir ketika bunyi diucapkan, bunyi dapat dikelompokkan menjadi
dua, yiatu:
a. Bunyi bulat,
yaitu buunyi yang dihasilkan dengan cara posisi bibir berbentuk bulat.
Misalnya, (u), (U), (o), (O), (α).
b. Bunyi tidak
bulat, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara posisi bibir merata atau tidak
bulat. Misalnya, (i), (ī),(e), (ε), (a).
2.3 DESKRIPSI
BUNYI SEGMENTAL BAHAS INDONESIA
Masnur. 2008. Bunyi segmental,
baik vokoid maupun kontoid, yang diucapkan oleh penutur bahasa Indonesia sangat
variatif, apalagi setelah diterapkan dalam berbagai distribusi dan lingkungan.
Tetapi, paling tidak jumlah dan variasi bunyi tersebut biasa di deskripsikan
sebagai berikut.
1.
Bunyi Vokoid
Bunyi
|
Ciri-ciri
|
Contoh kata
|
(i)
|
Tinggi, depan, tak bulat
|
(bila) ’bila’
|
(ī)
|
Agak tinggi, tak bulat
|
(ad ī?) ‘adik’
|
(e)
|
Tengah, depan, tak bulat
|
(ide) ‘ide’
|
(ε)
|
Agak rendah, depan, tak bulat
|
(n ε n ε?) ‘nene?’
|
(a)
|
Rendah, depan, tak bulat
|
(cari) ‘cari’
|
(u)
|
Tinggi, belakang, tak bulat
|
(buku) ‘buku’
|
(U)
|
Agak tinggi, belakang, bulat
|
(batU?) ‘batuk’
|
(o)
|
Tengah, belakang, bulat
|
(toko) ‘toko’
|
(O)
|
Agak rendah, belakang, bulat
|
(tOkOh) ‘tokoh’
|
(α)
|
Rendah, belakang, bulat
|
(allαh) ‘allah’
|
( )
|
Tengah, pusat, tak bulat
|
( mas) ‘emas’
|
2.
Bunyi
kontoid
Bunyi
|
Ciri-ciri
|
Contoh kata
|
(p)
|
Mati, oral, bilabial, plosif
|
(paku) ‘paku’
|
(b)
|
Hidup, oral, bilabial, plosif
|
(baru) baru‘
|
(t)
|
Mati, oral, apiko-dental, plosif
|
(tidUr) ‘tidur’
|
(d)
|
Hidup, oral, apiko-dental, plosif
|
(dari) ‘dari’
|
(k)
|
Mati, oral, velar, plosive
|
(kaku) ‘kaku’
|
(g)
|
Hidup, oral, velar, plosif
|
(gali) ‘gali’
|
(?)
|
Mati, oral, glottal, plosif
|
(jara?) ‘jara?’
|
(c)
|
Mati, oral, lamino-palatal, aprikatif
|
(ciri) ‘ciri’
|
(j)
|
Hidup, oral, lamino-palatal, aprikatif
|
(jara?) ‘jara?’
|
(f)
|
Mati, oral, labio-dental, prikatif
|
(final) ‘final’
|
(s)
|
Mati, oral, apiko-alveolar, frikatif
|
(satu) ‘satu’
|
(z)
|
Hidup, oral, apiko-alveolar, frikatif
|
(zaman) ‘zaman’
|
(Š)
|
Mati, lamino-valatal, frikatif
|
(Šarat) ‘syarat’
|
(x)
|
Mati, oral, frikatif
|
(xas) ‘khas’
|
( )
|
Hidup, oral, velar, frikatif
|
(tabli ) ‘tabligh’
|
(h)
|
Mati, oral, laringal, frikatif
|
(tahan) ‘tahan’
|
(l)
|
Hidup, oral, apiko-alveolar, tril
|
(lama) ‘lama’
|
(m)
|
Hidup, nasal, bilabial
|
(makan) ‘makan’
|
(n)
|
Hidup, nasal, apiko-dental
|
(minta) ‘minta’
|
(n)
|
Hidup, nasal, apiko-alpeolar
|
(tanam) ‘tanam’
|
(ñ)
|
Hidup, nasal, lamino-palatal
|
(ñala) ‘nyala’
|
(η)
|
Hidup, nasal, velar
|
(ηilu) ‘ngilu’
|
(w)
|
Mati, oral, bilabial
|
(waktu) ‘waktu’
|
(y)
|
Mati, oral, lamino-palatal
|
(yatim) ‘yatim’
|
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan diatas, kami
dapat menarik kesimpulan bahwa bunyi segmental merupakan salah satu ilmu
fonologi yang sangat penting dalam ilmu bahasa yang berfungsi sebagai alat
komunikasi. Karena dengan adanya bunyi segmental, maka kita dapat membedakan
makna kata dalam setiap ucapan maupun pendengaran.
Dalam penuturan bahasa
Indonesia tinggi rendahnya (nada) suara tidak fungsional atau tidak
membedakan makna. Berbeda dengan nada, tekanandalam tuturan bahasa Indonesia
berfungsi membedakan maksud dalam tatarankalimat (sintaksis), tetapi tidak
berfungsi membedakan makna dalam tatarankata (leksis). Tidak jauh berbeda
dengan tekanan, durasi atau panjang-pendek ucapan dalam bahasa Indonesia
tidak fungsional dalam tataran kalimat.Untuk jeda biasanya dilambangkan dengan
tanda titik (.). Sedangkan Intonasimerupakan
kerja sama antara nada, tekanan, durasi, dan perhentian-perhentian yang
menyertai suatu tutur, dari awal hingga ke perhentianterakhir yang berarti
unsur-unsur ini memiliki keterkaitan satu sama lain.
SARAN
Adapun yang dapat penulis
sarankan agar kita bisa memahami lebih jauhbagaimana peran dan kiprah
bunyi-bunyi suprasegmental adalah dengan carakita harus bisa membedakan
unsur-unsur suprasegmental tersebut dalamtuturan bahasa Indonesia dimana
unsur-unsur tersebut memiliki keterkaitansatu sama lain.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Muslich,
Masnur. 2008. Fonologi Bahasa Indonesia
Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksara
2.
Samsuri.
1982. Analisis Bahasa : Memahami Bahasa
Indonsia Illmiah. Jakarta: Erlangga
3.
http://imam-suhairi.blogspot.com/2009/09/materi-kuliah-pbs-fonologi.html
Langganan:
Postingan (Atom)